Mari kita mulai tulisan ini dengan sebuah pertanyaan: “Pernah nggak sih kamu merasa gagal dalam hidup ini?” Jika pertanyaan ini kamu kembalikan kepadaku, aku akan bilang: Ya, pernah. Dalam segala hal, dan tidak perlu kujabarkan. Intinya: Everything like SHIT.
Aku melihat orang-orang, teman-teman, sahabat, mulai membanding-bandingkan. Lalu diriku sendiri bilang kepadaku: Hai kamu, kamu itu gagal.
Dan aku menyalahkan Tuhan.
Untunglah, Tuhan mengirimkan pesan-NYA melalui seorang kawan.
Dia bilang: “Kamu kan nggak pernah tahu bagaimana orang-orang di sekitarmu menjalani hidup mereka. Hutan seperti apa yang mereka lewati, laut yang bagaimana, atau apapun yang mereka hadapi di hidupnya. Lalu, mengapa kok membanding-bandingkan hidupmu dengan mereka?”
Lalu dia bilang: “Lagian, kamu merasa gagal, karena kamu yang membuatnya. Ya, kan?”
“Kamu merasa kok Tuhan seperti menghilang dan menjauh. Memberimu bertubi-tubi masalah. Membuatmu merana, kamu menerima kegagalan demi kegagalan.”
Dia lalu bilang lagi: “Tapi, pernah nggak sih kamu bertanya, apa yang telah Tuhan anugerahkan padamu? Setiap detik setiap hari. Mari kuingatkan satu-satu.”
“Katanya dulu kamu sekolah nggak pernah bayar, ya? Dapat beasiswa terus?” Aku mengangguk. “Dari SD sampai SMA, kan?” Aku mengangguk lagi. “Katanya kamu kuliah nggak bayar yah, sementara teman-temanmu bayar berjuta-juta?”
“Katanya, sekali daftar kamu langsung masuk Astra ya?” Aku mengangguk lagi. “Setiap bulan masih bisa kirim uang untuk orang tua, kan?” Aku mengangguk lagi.
“Terus sekarang kamu masih diberi kesempatan untuk kerja di perusahaan yang selalu membuatnya explore dan belajar, di MAXIMUM, salah satu Event Organizer terbesar, dengan gaji yang sesuai dengan keinginanmu.”
“Terus kamu bilang kamu merasa gagal? Dari mananya?”
Aku menjawab: “Ya, tapi kan…aku kayak belum jadi siapa-siapa, belum…”
“Ya tapi kan, itu kamu sendiri yang merasa dan memilih.”
“Hidup bukannya tentang pilihan-pilihan, ya? Kamu memilih jalan yang benar atau salah, itu pilihan. Kerjaan, itu pilihan. Sendiri, itu pilihan. Beli ini itu, itu pilihan. Boros, itu pilihan. Berbuat dosa, itu pilihan. Dan kamu merasa gagal dan menyalahkan Tuhan? Ya, itu pilihan,” lanjutnya.
Dia bilang lagi: “Padahal, Tuhan terang-terangan memberi satu pertanda anugerah terbesarnya. Kamu tahu apa? Udara. Gratis. Tiap hari. Nggak bayar. Terus kamu meminta Dia bertanggung jawab atas pilihan-pilihanmu? Ya, bagaimana ya…”
Dia menatapku serius, “Tuhan cuma bisa kasih KESEMPATAN. Kesempatan untuk menjalani kehidupan, setiap detik, sekali lagi, sekali lagi.”
“Jadi, ketika merasa gagal, ingat apa yang telah DIA berikan selama ini, apa yang TELAH KAMU PILIH dan LAKUKAN. Apakah kamu sudah maksimal berusaha dan berdoanya, dosa apa yang kamu tanggung, apakah kamu selalu ada untuk DIA?”
“Bahkan ketika kita berdosa, sebesar apapun itu, Tuhan masih memberi KESEMPATAN untuk bertobat, kan? Dia memang selalu memberi kita kesempatan.”
Aku terdiam. Semua memang terasa SHIT ketika kita merasa gagal. Tapi, ketika aku merasa gagal, aku selalu ingat perkataan kawanku tadi: “DIA selalu memberi kita KESEMPATAN.”
Dan kita yang memilih: mengambilnya dengan BAIK, atau justru tidak. Kita yang tentukan.
Jadi, hari ini aku memilih MELANGKAH mengambil KESEMPATAN yang telah DIA berikan. Karena Tuhan telah memberi kesempatan kepadaku lagi. Untuk tiba di titik ini. Hari ini, di hari yang spesial ini.
Aku memberi nama: KESEMPATAN KEDUA.
“TERIMA KASIH atas udara, dan setiap kesempatan yang telah ENGKAU titipkan.”
Dan ingat mantra sederhana ini: ADA ALHAMDULILLAH DI SETIAP BISMILLAH.
Jadi….BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
No responses yet